Tim kuasa Hukum beserta keluarga Ike Farida saat di Komnas HAM

Tim Hukum Ike Farida Lapor Komnas Ham, Diduga Mengalami Kekerasan Fisik oleh Penyidik Polda

KOPERZONE - Ike Farida adalah seorang dosen dan advokat yang diduga mengalami kekerasan fisik saat ditangkap oleh pihak kepolisian dan saat ini sedang menghadapi perkara di konferensi. 

Kasus yang menimpa Ike Farida bermula pada 12 tahun lalu tepatnya pada tahun 2012 saat dia membeli sebuah apartemen di Casa Grande Residence, yang dikembangkan oleh PT Elit Prima Hutama anak perusahaan Pakuwon Group. 

Apartemen tersebut sudah dibayar lunas dengan nilai Rp 3,5 Miliar. Namun juga belum diserahkan oleh pihak pengembang hingga sekarang. Persoalan itu pun berakhir pada permasalahan hukum. 

Ironisnya, pihak pengembang justru melaporkan Ike Farida ke Polda Metro Jaya dengan memberikan keterangan palsu di pengadilan. 

Pada 4 September 2024 lalu, Ike Farida ditangkap oleh 80 orang dari Dirkrimum Polda Metro Jaya di Bandara Soekarno - Hatta sepulangnya dia dari Jepang. 

Dalam penangkapan tersebut, wanita yang menikah dengan WNA itu diduga mendapatkan kekerasan fisik saat diborgol plastik dengan tangan terpelintir dan mengalami merah-merah. Saat peristiwa tersebut Ike Farida tidak melawan. 

Hal tersebut dibenarkan pengacara Ike Farida, Kamaruddin Simanjuntak saat mendatangi Komnas HAM RI untung mengadukan peristiwa yang dialami kliennya itu, pada Selasa (1/10/2024). 

Menurut Kamaruddin, kliennya tersebut belum pernah diperiksa oleh pihak kepolisian sampai sekarang. “Kecuali saya bujuk terlebih dahulu saat diperiksa pada tahun 2023,” ujar Kamaruddin Simanjuntak kepada wartawan, di Kantor Komnas HAM RI, Jl. Latuharhary No. 4 B, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (1/10/2024). 

Dia juga menjelaskan, Ike tidak pernah dikonfrontir (berhadapan langsung) dengan para Saksi dari pihak Pakuwon Group. Pihak kepolisian juga tidak pernah memeriksa saksi yang meringankan Ike Farida yaitu Prof Dr Harkristuti Harkrisnowo. Ini merupakan pelanggaran pertama yang dilakukan Polda Metro Jaya, tegas Kamaruddin.

Saat ini Ike Farida sudah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kamaruddin yang sudah menghadap ataupun mendapatkan keterangan dari Kapolri, bahwa kasus yang menimpa Ike tidak masuk P21. Tetapi, Kapolda Metro Jaya malah menganggap kasus tersebut masuk kategori P21. 

Saat konferensi, lanjut Kamaruddin, Ike Farida terpaksa menghadiri pengadilan disaat dirinya mengalami sakit keras. Tetapi, kata dia Ike juga mendapatkan kekerasan fisik dari petugas. 

“Kemudian disaat konferensi klien kami mengalami sakit keras, namun dipaksa digiring ke pengadilan dengan tangan juga merah-merah. Ini menurut kami kejahatan yang tidak bisa ditolerir, sehingga kamu mendatangi Komnas HAM untuk mendapatkan pembelaan,” tegasnya lagi. 

Sebagai seorang dosen dan advokat, Kamaruddin menyesalkan Ike Farida mengalami hal seperti itu dari aparat. 

Dia juga menambahkan, bahwa kliennya sudah menang 9 kali berperkara dengan pihak Pakuwon Group. Namun, tetap saja katanya Ike Farida tetap bertahan dan di sidang. 

“Sudah menang 9 kali berperkara, tapi entah apa yang terjadi, apa mungkin karena pengaruh konglomerat Pakuwon Grup sehingga ibu ini di fitnah, ditahan, dilimpahkan berkasnya ke Kejaksaan Jaksel, dan hari ini sudah proses sidang,” tutupnya. 

Keterangan dari Putri Ike Farida 

Sementara itu, Alya putri dari Ike Farida menceritakan apa yang dialami Ibu-nya saat diamankan Polda Metro Jaya di Bandara Soekarno - Hatta. Dimana menurutnya apa yang dilakukan pihak kepolisian sangat tidak manusiawi. 

"Penangkapannya parah sekali, banyak sekali polisi pada saat itu Mama saya dengan badan yang kecil ditindih. Saat itu Mama tidak boleh menelepon kuasa hukumnya. Sampai di Polda sudah mengalami lebam-lebam dan tidak dibolehkan visum. Dokter pribadi juga tidak memeriksa, mereka menahan dengan alasan mama ingin kabur,” jelas Alya dengan isak tangis. 

Alya juga menegaskan, bahwa pihak keluarga tidak pernah menyampaikan surat terpencil. Saat di Rutan, katanya Ike berada di kamar yang dihuni oleh 20 orang penghuni wanita. 

"Mama saya usianya hampir 60 tahun. Di dalam kamar tahanan hanya ada 4 kasur dibagi dengan 9 wanita. Mama bilang tidur terlentang saja tidak bisa, kira-kira manusiawi gak?," dianya. 

Alya sudah mengirim surat ke pihak Kejaksaan Jakarta Selatan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan Polda Metro Jaya agar Ike dirawat pihak keluarga. Dan, dia juga menjamin Ibunya tidak akan melarikan diri. 

"Saya jamin Mama tidak akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Karena saya tidak tega, kalau bisa saya yang menggantikannya," tuturnya. 

Atas peristiwa yang dialami Ibu-nya di dalam Rutan, Alya sudah meneruskan surat dari Komnas Perempuan, Dirjen PAS, dan Kapolri kepada pihak terkait namun tidak ada tanggapan. 

“Surat kami tidak dibalas hingga saat ini, sudah ada 4 surat dari Komnas perempuan, Dirjen PAS, dan Kapolri itu lewat dan harus dihentikan, tapi tidak mau didengar,” katanya. 

Ike kata Alya, memiliki riwayat penyakit dalam. Namun, tetap diminta untuk hadir di konferensi oleh Kejaksaan Jaksel. Saat hadir bantuan di konferensi, Ike didorong dengan kursi roda dan dalam keadaan tidak sadar. 

“Mama ada penyakit dalam, drop, dan muntah-muntah saat disuruh ke konferensi. Padahal tidak pernah ditembuskan surat untuk hadir ke konferensi, tapi tetap dipaksa oleh Jaksa. Jaksa juga pernah menelepon Rutan untuk mengeluarkan surat keterangan sehat agar Mama saya hadir di konferensi. Salah hadir Mama di dorong dengan kursi roda, dan dalam keadaan tidak sadar,” terang Alya. (F01) ***


Comment As:

Comment (0)