Beberapa orangtua sedang mendatangi SMP Negeri 1 Ciawi untuk memantau proses PPDB

Tak Lolos Seleksi, Calon Siswa Dimintai Rp7 Juta untuk Bayar Kursi

KOPERZONE - Musim Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kabupaten Bogor kembali diwarnai praktik-praktik koruptif. Lantaran dinilai tak lolos seleksi, salah seorang calon siswa diduga dimintai uang yang nilainya cukup mencengangkan.

Praktik yang mencoreng dunia pendidikan ini seperti yang dialami Bunga (bukan nama sebenarnya), SD Negeri Cikopo Selatan, Kecamatan Megamendung. Pada bulan Juni 2023 Bunga mendaftar di SMP Negeri 1 Ciawi yang berlokasi di Desa Banjarwangi, Kecamatan Ciawi, melalui jalur zonasi.

Disayangkan, Bunga dinyatakan tak lolos seleksi. Alih-alih berharap masih bisa diterima, Bunga malah diduga dimintai uang oleh pihak sekolah jika ingin diterima. Tak tanggung-tanggung, Bunga dimintai Rp7 juta.

Bunga pun mengadukan persoalan ini kepada keluarganya. Termasuk kepada Alex Purnama Johan (APJ), saudara Bunga, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung.

Mendengar hal tersebut, APJ pun geram dan mendatangi SMP Negeri 1 Ciawi, Senin (10/7/2023), untuk mendapatkan kesejalasan.

"Keponakan saya daftar online dari SD Negeri Cikopo Selatan. Ia tinggal di rumah saya. Waktu daftar melalui jalur zonasi. Saat itu sudah diukur. Tiba-tiba ada surat tidak diterima. Yang jadi dasar alasan tidak diterima itu apa, tidak jelas. Zonasi terlalu jauh atau apa. Sehingga keponakan saya diminta uang sebesar Rp7 juta," ungkap APJ, kepada wartawan.

APJ pun mempertanyakan uang yang diminta pihak sekolah peruntukannya. Jika ada iuran pembayaran sekolah, kata dia, maka harus memiliki dasar aturan, apakah sumbangan atau uang bangunan, agar jelas dan terbuka.

"Kalau memang udah diterima jadi siswa, terus pembayaran melalui rapat dengan komite sekolah, secara umum pasti kami ikut bayar. Misalnya, untuk donasi pembangunan atau pembelian bangku sekolah. Tetapi ini pribadi, kejelasannya itu uang Rp7 juta itu untuk apa?," bebernya.

Menurut APJ, praktik jual beli kursi pada musim PPDB ini telah menciderai prinsip keadilan akibat adanya suap. Untuk itu, dirinya menghimbau kepada para sekolah baik SMP maupun SMA atau SMK agar mengikuti aturan yang ada sesuai dengan zonasi.

"Ikutilah aturan. Jangan sampai ada jual beli bangku dengan pilih-pilih orang, siapa orangtuanya, sehingga setiap tahunnya ini menjadi masalah setiap tahunnya. Saya berharap penanganan PPDB ini tidak sekasar ini, sampai diwarnai jual beli bangku," tegasnya.

Dirinya pun meminta kasus ini menjadi perhatian Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, dan Kementerian Pendidikan. 

"Pemerintah harus bersikap tegas sehingga jangan sampai terjadi praktik seperti itu dalam PPDB SMP dan SMA di Kabupaten Bogor. Ini kan masuk zonasi. Tetapi tidak diterima. Kalau tidak diterima dasarnya apa. Ini masalah aturan. Kecuali yang di luar zonasi, itu kami tidak permasalahkan," tandasnya.

Sementara itu, pihak SMP Negeri 1 Ciawi menjelaskan alur PPDB yang dilaksanakan sudah mengikuti mekanisme penerimaan. Pihak sekolah membantah adanya jual beli kursi Rp7 juta dalam PPDB kepada orangtua siswa. 

"Enggak ada di sini (jual beli kursi, red). Kita mengikuti jalur yang sudah ada seusai arahan dari Dinas Pendidikan gitu," jelas Humas SMP Negeri 1 Ciawi, Suparman.

Suparman kembali menegaskan tidak ada yang perlu dijelaskan oleh pihak sekolah karena jual beli tersebut tidak pernah ada di sekolahnya.

"Saya tidak bisa menjelaskan karena memang tidak pernah ada. Mau bagaimana menjelaskannya kalau tidak ada. Kan kita seusai dengan apa aturan yang ada," jelasnya. 

Selain tetap megikuti aturan, lanjut Suparman, pihaknya dalam hal ini guru dan seluruh staf sekolah sudah melakukan PPDB secara maksimal. Dalam penerimaan ini sekolah tidak bisa bermain-main.

"Kami berusaha semaksimal mungkin melakukan yang terbaik, sampai malam kami tetap melayani yang mendaftar. Mungkin ada kesalahan atau ketidakpuasan dari orangtua tersebut. Kami tidak bisa bermain-main karena di sana ada laporan langsung di sistem, pada hari kamis sudah ditutup dan terkunci sudah aplikasinya," imbuhnya. 

Namun demikian, kata Suparman, jika ada fakta terkait adanya kesalahan sistem, pihaknya berjanji akan memperbaikinya.

"Kalau kami mungkin ada kekeliruan mungkin akan kami perbaiki ya. Karena ini sistem yang bekerja, mungkin saja ada kekeliruan. Karena tidak mungkin 100 persen benar karena kami juga manusia saking capenya, mungkin waktu itu salah menunjukkan wilayah atau tidak pas titiknya," ungkapnya. 

Jika ada tudingan pihak sekolah memintai uang, lanjut Suparman, pihaknya menantang untuk menunjukkan orangnya. 

"Sejak awal pihak sekolah tidak memungut uang. Kami tidak percaya ya. Karena saya juga bagian informasi. Segala sesuatunya selalu memonitor. Kalau terjadi seperti itu saya tidak percaya, kenapa sampai jual beli kursi dua juta, tiga juta, saya rasa enggak mungkin, karena dari awal tidak pakai dana, apa-apa gratis, disaksikan semua pihak. Kalau ditutup sistemnya juga sama-sama, kalau ada siapa orangnya dan kami akan membina orangnya karena itu salah, ya kan, kami pasti bina," jelasnya. (AM02) ***


Comment As:

Comment (0)