Ilustrasi di dunia pendidikan (Istimewa) Sembilan Celah Korupsi dalam Dunia Pendidikan Versi KPK
Monday, 16 Jun 2025 17:00 pm

Koperzone

KOPERZONE - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap sembilan permasalahan di sektor pendidikan yang dinilai bersentuhan langsung dengan masyarakat. 

"KPK melalui tugas koordinasi dan supervisi terus melakukan pendampingan dan pengawasan dalam upaya-upaya pencegahan korupsi di daerah," ungkap Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dikutip dari RRI.co.id, Selasa (17/6/2025). 

Termasuk, kata Budi pada perbaikan tata kelola dunia pendidikan sebagai salah satu sektor pelayanan publik. 

Menurut Budi, berbagai permasalahan dan kerawanan korupsi masih ditemukan pada pelaksanaan pelayanan publik pada sektor pendidikan. 

Pertama, penyuapan/pemerasan/gratifikasi pada penerimaan peserta didik baru atau Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).

Kedua, kurangnya transparansi kuota dan persyaratan dalam penerimaan peserta didik baru (SPMB) sehingga membuka celah penyuapan/pemerasan/gratifikasi. 

Ketiga, penyalahgunaan jalur masuk penerimaan peserta didik yang tidak sesuai (prestasi, afirmasi, perpindahan orang tua, dan zonasi/domisili).

Keempat, pada sistem zonasi seringkali terjadi pemalsuan dokumen Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Tujuannya untuk melakukan perpindahan sementara terkait sistem zonasi, yang pada 2025 diubah menjadi domisili.

Kelima, terkait afirmasi data, sejumlah Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) ternyata tidak sesuai. Banyak yang sebenarnya mampu tetapi masuk dalam DTSEN agar dapat menggunakan jalur afirmasi.

Keenam, terkait perpindahan tugas orang tua, baru dikhususkan untuk aparatur sipil negara (ASN) dan pegawai BUMN. Sedangkan untuk orang tua yang bekerja di badan usaha swasta belum diakomodasikan.

Ketujuh, seringkali terbit piagam-piagam palsu untuk dapat masuk jalur prestasi. Kemudian untuk prestasi seperti penghafal Al-Qur'an hanya terbatas bagi pemeluk agama tertentu dan belum mengakomodasikan seluruh pemeluk agama.

Kedelapan, pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) seringkali tidak sesuai peruntukan. Kemudian pertanggungjawaban dana BOS seringkali tidak disertai bukti yang valid.

Kesembilan, variabel penentuan BOS berdasarkan pada jumlah siswa. Modus pelanggaran dana BOS di antaranya kolaborasi pihak sekolah dengan dinas terkait untuk mempermainkan jumlah siswa.

"Tansparansi dapat didorong dengan keterbukaan informasi terkait persyaratan pendaftaran peserta didik baru. Sedangkan regulasi harus berfungsi untuk mencegah terjadinya pungli di sektor pendidikan," tegasnya. 

Untuk mencegah pencegahan korupsi secara optimal, KPK mengikat komitmen seluruh pemangku kepentingan di sektor pendidikan. Baik pemerintah daerah sebagai pemangku regulasi dan unsur pengawas, pihak sekolah sebagai pelaksana, maupun masyarakat.

"KPK melalui fungsi koordinasi dan supervisi akan terus memantau upaya-upaya pencegahan korupsi pada sektor pendidikan. KPK juga terbuka untuk melakukan pendampingan kepada sekolah-sekolah demi tercapai tujuan tersebut," pungkas Budi. ***