Penasehat Hukum Direktur PT SPR Langgak Penasehat Hukum Direktur PT SPR Langgak Menilai Keterangan Saksi yang Dihadirkan JPU Diduga Dipaksakan
Monday, 07 Oct 2024 17:00 pm

Koperzone

KOPERZONE - Setelah sebelumnya sempat tertunda dikarenakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat menghadirkan saksi, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya pada Senin (07/10/2024) kembali melanjutkan sidang dugaan korupsi terhadap Direktur PT Sarana Pembangunan Riau Langgak (PT SPR Langgak), IF dengan agenda mendengarkan keterangan saksi atas nama Milkey dari KCL Limited yang dihadirkan oleh JPU.

Pantauan awak media di ruang sidang, saksi dicecar berbagai pertanyaan terkait keterangan yang disampaikannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) namun saat dikonfirmasi kembali oleh tim Kuasa Hukum terdakwa IF, tampak saksi memberikan jawaban bahwa dirinya tidak mengetahui kendati berbeda dengan apa yang tertera dalam BAP, hal ini menurut penasehat hukum IF, Denny Azani B Latief banyak keterangan saksi yang diduga tidak benar dan terkesan sengaja dipaksakan sehingga pihaknya meminta majelis hakim untuk memberi catatan khusus terhadap kesaksian yang bersangkutan.

"Jaksa sejauh ini baru menghadirkan satu orang saksi dari KCL namun saksi tidak mengetahui sejumlah hal terkait proyek kerjasama antara perusahaannya dengan PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) meski dalam BAP saksi dinyatakan bahwa saksi mengetahui" ucap Denny Azani B Latief, kepada wartawan, usai persidangan.

Menurut Denny, perjanjian antara dua perusahaan tersebut tidak seimbang, karena pihak KCL hanya mengeluarkan USD 400 ribu dan itupun telah dikembalikan

"Tiba-tiba KCL menerima USD 7,5 juta belum yang lain-lain, kemana larinya uang milik pemerintah ini ? Akhirnya malah pemerintah daerah tidak mendapatkan bagian" ujarnya

Kata dia, kliennya adalah Direktur PT SPR Langgak yang merupakan perusahaan operator dan tunduk kepada SKK Migas dengan SOP yang detail dan audit setiap tahun serta menerima laporan seluruh direksi. 

"Direksinya kan Pak IF, apa yang dikerjakan sudah diterima 'Acquit et dek Charge' yang mana membebaskan direksi dari semua tanggung jawab pidana dan perdata dan pihak SPR Langgak ini hanya sebagai operator, bukan merupakan pihak yang menandatangani berbagai dokumen kerjasama itu" jelas Denny. 

PT SPR Langgak, lanjut Denny, bukan pihak dari konsorsium dan production sharing contract, walaupun ada disebutkan di perjanjian kerjasama, tetapi sebagai perusahaan operator yang mana tidak bertanggungjawab terhadap pembayaran kepada pihak KCL sehingga tim kuasa hukum terdakwa IF meragukan kesaksian yang diberikan oleh saksi dalam persidangan.

"Walaupun ada disebut dalam dokumen, tetapi pihak SPR Langgak tidak pernah menandatangani dokumen sehingga keterangan dari saksi tadi banyak yang tidak benar dan dipaksakan saja jadi saksi. Saya juga keberatan saksi diambil sumpahnya, karena dia hanya karyawan jadi patut dipertanyakan keterangannya seperti ada Conflict of Interest," tegas Denny lagi. 

Dirinya berharap majelis hakim PN Jaksel tetap pada jalan kebenaran dan keadilan sehingga tidak ada pihak yang teraniaya akibat ulah sebagian orang yang hendak mengambil keuntungan tertentu.

"Kasihan orang bekerja keras untuk memajukan negara ini, karena ulah sebagian orang dia harus teraniaya, kan kasihan keluarganya," ujarnya. 

Perkara itu kata Denny akan menjadi preseden yang tidak baik untuk perusahaan asing berinvestasi di Indonesia. Karena, mereka tidak mengerjakan apapun malah terseret secara pidana. 

"Investor ingin masuk menjadi takut, karena tidak ngapain-ngapain harus dipenjara. Dengan kepemimpinan yang baru, harus pro dengan kemakmuran ekonomi, kemandirian, dan jangan sampai semuanya dijarah. Tadi juga saya tanya kepada saksi mengerti tidak Participacing Interest itu hak kebendaan atau apa, dan tidak bisa jawab. Selain hak ada kewajiban, ini hak semua kewajiban tidak pernah," tuturnya.

Lebih lanjut, Denny juga mengungkap bahwa pihak BPKP Riau juga menemukan adanya kejanggalan terkait kerjasama tersebut dimana kliennya bukan merupakan pihak yang terlibat membuat kontrak kerjasama tersebut.

"Jelas BPKP Riau melihat kerjasama itu tidak seimbang perjanjiannya, ada indikasi korupsi dan lain-lain. Dia (IF dan PT SPR Langgak) cuma operator dan bertanggungjawab kepada SKK Migas, dan klien kami bukan pelaku kerjasama diantara para pihak" pungkas Denny.

Sementara itu penasehat hukum IF, Renalda Aviany menilai bahwa keterangan saksi tidak sesuai dengan yang terdapat dalam BAP sehingga menurutnya terkesan ada keterpaksaan untuk menjelaskan didepan persidangan. 

"Kelihatan saksi seperti mengada-ada atau ada keterpaksaan dari keterangannya saat di BAP. Bahwa sebenarnya PT SPR Langgak pada waktu sebelum Pak IF masuk (pada tahun 2016) kondisi keuangan perusahaan tidak bagus kemudian dibenarkan," terang Renalda. 

Renalda kemudian mengungkap bahwa kliennya bergabung kedalam PT SPR Langgak yang saat itu dalam kondisi yang kurang baik sehingga kliennya berhasil membenahi manajemen dan kinerja perusahaan dan tidak terlibat dalam penandatanganan kerjasama antara para pihak.

"Pak IF awalnya dari Chevron kemudian pindah ke SPR Langgak dan membenahi manajemen perusahaan SPR Langgak yang saat itu dalam kondisi yang kurang baik jadi beliau tidak pernah terlibat dalam perjanjian antara para pihak tersebut" pungkas Ranalda. (F01)***