Edward Renaldo (tengah) penasehat hukum Gunata Prajaya Halim (kanan) di PN Bekasi, Rabu (29/5/2024) Masih ada Keadilan untuk Gunata dan Wahab Halim di Pengadilan Negeri Kota Bekasi
Wednesday, 29 May 2024 00:00 am

Koperzone

KOPERZONE - Ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Bekasi, Sorta Ria Neva membacakan hukuman dan menjatuhkan hukuman kepada Terdakwa Gunata Prajaya Halim (52) dan Wahab Halim (85) terkait perkara pemalsuan surat dengan vonis 6 bulan penjara tetapi pelaku tidak perlu menjalankan hukuman. 

Putusan ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni 5 tahun penjara. Karena kedua pelaku dianggap bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dalam dakwaan Pertama Pasal 266 ayat (1) KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Sidang Usai, penasehat hukum Gunata dan Wahab dari Edward Vergio & Partners (EVP) merasa bersyukur atas keputusan itu dan memberikan rasa hormat kepada majelis hakim pengadilan negeri kota Bekasi. 

“Pak Gunata dan Wahab tidak perlu menjalani pidana penjara. Dengan putusan ini kami menganggap masih ada keadilan di PN Kota Bekasi,” ujar Edward Renaldo penasehat hukum Gunata dan Wahab kepada wartawan di PN Kota Bekasi, Rabu (29/5/2024). 

Ada waktu 7 hari sejak dibacakan putusan untuk Gunata dan Wahab untuk mengajukan langkah upaya hukum selanjutnya. Namun, kata Edward mengesampingkan akan mempertimbangkan berdiskusi dengan kliennya untuk langkah kedepannya seperti apa. 

“Pak Gunata dan Wahab sudah dinyatakan bebas sesuai keputusan, jadi tidak perlu lagi menjalankan hukuman dan sudah bisa pulang dan berkumpul dengan keluarga,” katanya. 

Sementara itu Gunata Prajaya Halim merasa cukup dengan keputusan majelis hakim. Dia juga menegaskan untuk mempertimbangkan upaya hukum lainnya terkait putusan itu. 

“Saya cukup senang dengan keputusan ini, dan kami masih ada pertimbangan selanjutnya terkait upaya hukum selanjutnya yang akan dibahas dengan pihak kuasa hukum,” ucapnya. 

Kronologis Singkat

Berawal sejak tahun 1978, Wahab Halim membeli sebidang tanah di wilayah Cikiwul dari Haji Oding seluas sekitar 2.600 meter persegi diatas Akta Jual Beli (AJB).

Setelah AJB terkondisi dan setelah persyaratan terpenuhi, tahun 1998, dilakukan pengajuan permohonan SHM (sertifikat hak milik).

“Pengukuran dilakukan oleh petugas ukur dari PN Kota Bekasi dengan disaksikan aparat desa setempat, sudah beroleh keterangan tidak menulis dari kelurahan Cikiwul Bantargebang Bekasi, dan proses sesuai prosedur yang ada, empat bulan kemudian kami mendapatkan sertifikat tersebut,” ungkap Gunata Prajaya Halim beberapa waktu lalu , Jumat (29/3/2024). 

Katanya, sebelum terbit sertifikat pihak BPN/Kantor Pertanahan membuat pengumuman di kantor desa dan di kantor pertanahan selama enam puluh (60) hari.

Ketika dipanggil Kepolisian sebagai Saksi pada awalnya, di lokasi dilakukan kembali pengukuran ulang terhadap lahan yang ditujukankan tumpang tindih itu. Gunata sudah menyatakan, kalau memang dia tertipu, sehingga mengakibatkan tumpang tindih atas tanah itu, dia bersedia kembalikan lahannya dalam hal ini yang bersebelahan dengan pelapor.

Tanah yang dinyatakan tumpang tindih (overlapping) itu ada di dua lokasi, satu tumpang tindih di tanah yang atas nama Gunata Prajaya Halim dengan luas 1.000 meter persegi, dan satu lagi atas nama Wahab Halim (orang tua Gunata) seluas 464 meter persegi.

Fakta Persidangan

Pada kenyataannya konferensi, menurut Gunata bahwa ada masa kadaluarsa sebuah kasus. Karena kasus ini awalnya sudah dilaporkan pada tahun 2007 tetapi tidak berlanjut. 

“Kalau bicara masalah masa kadaluarsa, terkait dengan KUHP kan artinya ditambah 12 tahun dari pelaporan sebelumnya atau kasus sejak diketahui, masa kadaluarsanya adalah tahun 2019,” jelas Gunata. 

Hal ini, katanya sudah diutarakan didepan penyidik, masalah yang tumpang tindih tersebut sebenarnya adalah kasus mal-administrasi yang artinya, menjadi ranah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena produknya sama-sama bersertifikat yang diterbitkan oleh PTUN dan merupakan kasus perdata bukan pidana.

“Sedangkan proses pengukuran dari awal, ketika saya membeli secara AJB, yang menjadi penunjuk batas adalah penjual. Pada saat proses pengukuran untuk publikasi sertifikat, karena haknya sudah berpindah ke saya, dengan dasar AJB, makanya saya menunjukkan batas-batas tanah saya,” ujarnya. 

Sebelumnya, Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bertekad menjadi anggota mafia tanah. AHY juga mengatakan Kementerian ATR/BPN bertanggung jawab memastikan agar rakyat mendapatkan keadilan dalam urusan pertanahan dan tata ruang. (F01) ***